26 Juli 2009

Mengenal Lebih Jauh tentang Trinil


Ratusan tahun silam di Tanah Jawa, tepatnya di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo, sebuah sejarah besar tentang manusia purba terkuak.

Dari penggalian yang dilakukan Eugene Dubois, seorang dokter berkebangsaan Belanda ditemukan beberapa pecahan batu. Mulai dari gigi geraham, tulang paha, tengkorak manusia purba dan binatang.
Upaya Dubois tidak bisa dibilang asal-asalan. Dirinya waktu itu, tertantang dengan teori Human Origin, yang dikemukakan Charles Robert Darwin (1809-1882). Dalam teori itu menyatakan bahwa manusia ini berasal dari evolusi kera.
Berdasar teori Human Origin, Dubois meninggalkan negeri kincir angin menuju Indonesia pada tahun 1887. Selain itu ada dua alasan yang dijadikan acuannya kali ini. Pertama, berdasarkan buku The Descent of Man, menceritakan bahwa nenek moyang manusia seharusnya hidup di daerah tropis. Karena manusia purba sudah kehilangan bulu selama perkembangannya.
Alasan kedua, di Hindia-Belanda (Indonesia) banyak gua-gua, jadi tak mustahil akan ditemui fosil-fosil atau bekas kehidupan manusia purba.
Beberapa teori dan alasan itulah Eugene Dubois, bertekad untuk membuktikan penelitiannya dengan menggali di beberapa daerah. Khususnya yang ada di Pulau Jawa di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo. Namun, sebelumnya Dubois meneliti di Payah Kumbuh, Sumatera, tahun 1887.
Pada tahun 1891 Eugène Dubois, yang adalah seorang ahli anatomi menemukan bekas manusia purba pertama di luar Eropa yaitu spesimen manusia Jawa. Pada 1893 Dubois menemukan fosil manusia purba Pithecanthropus erectus serta fosil hewan dan tumbuhan purba lain.
Menurut penjelasan Indro Waluyo, Ketua penanggung jawab Museum Trinil, Ngawi, penggalian Dubois saat itu di sepanjang muara sungai, tepatnya di Desa Kawu, Desa Ngancar, dan Desa Gemarang. “Tiga tempat itulah yang menjadi penggalian manusia purba,” kata pria berusia 52 tahun ini.
Di samping itu, papar Indro lagi, keberadaan ketiga desa itu yang berada di pinggiran aliran sungai. Sehingga disebut dengan istilah Trinil. Yang konon, artinya tiga desa di muara Sungai Bengawan Solo.
Museum
Untuk mempelajari fosil-fosil manusia purba, dari semua penelitian dan penggalian yang dilakukan Dubois. Maka, dibuatlah replika fosil manusia purba yang kini disimpan di dalam sebuah museum. Sedangkan fosil yang asli dibawa dan disimpan di Belanda.
Jika semua fosil yang ada di dalam museum adalah replika belaka. Yang mana terbuat dari bahan fiberglass (atom) dengan patokan ukuran dan bentuknya menyerupai asli.
Hingga kini museum itu dikenal dengan Museum Trinil, berlokasi di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Propinsi Jawa Timur. Atau kurang lebih 13 kilometer arah barat pusat kota Ngawi.
Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan semua jenis kendaraan. Sayang sekali di jalan arteri yang bisa menjadi petunjuk utama, tidak ada satupun patokan yang bisa mengarahkan kita ke Museum.
Museum yang berdiri di atas lahan seluas 3 hektar itu, diresmikan Gubernur Jatim Soelarso, pada 20 Nopember 1991. Kini di bawah kelolah Balai Pelestarian Purbakala (BP-3) Trowulan, Mojokerto. Dan situs ini dibangun atas prakarsa dari Teuku Jacob, seorang ahli antropologi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Situs Museum Trinil dalam penelitian merupakan salah satu tempat hunian kehidupan purba pada zaman Pleistosen Tengah, kurang lebih 1 juta tahun yang lalu. Situs ini sangat penting sebab di sini selain ditemukan data manusia purba, juga tersimpan bukti konkrit tentang lingkungannya, baik flora maupun faunanya.
Masuk ke dalam museum terdapat ruangan yang dipenuhi dengan tulang-tulang manusia purba. Antara lain fosil tengkorak manusia purba (Phitecantropus Erectus Cranium, Karang Tengah Ngawi), fosil tengkorak manusia purba (Pithecantropus Erectus Cranium Trinil Area), fosil tulang rahang bawah macan (Felis Tigris Mandi Bula Trinil Area), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper Molar Trinil Area), fosil tulang paha manusia purba (Phitecantropus Erectus Femur Trinil Area), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil Area), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus Horn Trinil Area) dan fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus Ivory Trinil Area).
Disamping itu masih ada beberapa fosil tengkorak Australopithecus Afrinacus, Cranium Taung Bostwana Afrika Selatan, Homo Neanderthalensis Cranium Neander Dusseldorf Jerman dan Homo Sapiens Cranium.
Selain fosil-fosil tengkorak yang telah disebutkan, hal menarik lainnya adanya sebuah tugu tempat penemuan manusia purba. Dulu tak banyak orang tahu akan makna tugu itu, bahkan kemungkinan besar bisa rusak kalau tidak dpelihara oleh seorang sukarelawan yang ada di sana.
Di tugu putih yang ada di pojok museum itu bertuliskan P.E. 175M.ONO 1891/93. Tulisan itu menjelaskan titik pengamatan dari arah penggalian Pithecantropus Erectus di Sungai Bengawan Solo, dengan jarak 175 meter arah timur laut pada tahun 1891/93.
Fasilitas
Sebagai salah satu tempat wisata minat khusus, dalam hal ini cagar budaya. Museum Trinil saat ini telah didukung beberapa fasilitas penunjang yang diperuntukkan bagi wisatawan.
Seperti ada lahan parkir yang luas, pendopo, kantor informasi, tempat istirahat bagi tamu yang ingin mengadakan penelitian beberapa hari, tempat makan, mushola, dan masih banyak fasilitas menarik lainnya.
Dari keterangan Suryono, staf penjaga museum pada EastJava Traveler mengatakan karena museum ini adalah tempat studi yang sangat penting. Maka, tidak boleh sembarangan orang yang datang ke sini. “Jadi tujuan mereka benar untuk penelitian atau sekadar mencari informasi tentang arti museum,” imbuh pria berusia 35 tahun ini.
Mengetahui kelengkapan wawasan yang dapat diperoleh. Juga didukung sarana dan fasilitas yang begitu memadai, tak salah bila pengunjung yang datang ke sana cukup banyak. Salah satunya M. Irfan, 33 tahun, pengunjung asal Solo. Dia mengaku datang ke museum ini untuk mengetahui detail cerita penemuan manusia purba. “Selain itu untuk mendapatkan nuansa rekreasi yang berbeda saja,” tambahnya.
Untuk pengunjung yang datang ke museum, Suryono menambahkan jika jumlah yang berkunjung ke museum setiap akhir pekan bisa dibilang selalu meningkat.
Mereka tak hanya datang dari dalam kota saja. Tapi ada yang dari luar kota bahkan luar negeri. Kalau luar kota ada yang datang dari Surabaya, Gresik, Jombang, Kediri, Nganjuk, Madiun, Magetan, Solo, Yogyakarta, Semarang, dan masih banyak lainnya.
Sedangkan wisatawan asing yang datang ke sini. Antara lain dari Jepang, Prancis, Belanda, Jerman, Amerika Serikat, dan beberapa negara luar lainnya. “Mereka terkadang menginap sampai tiga hari di sini, untuk melakukan penelitian yang mendalam,”

25 Juli 2009

Phitecantropus erectus


Trinil adalah sebuah desa disebelah Barat Kota Ngawi, di desa itu ditemukan fosil-fosil manusia purba maupun binatang purna yang ukurannya di luar batas normal, lokasinya agak masuk kedalam ke arah utara tapi sekarang sudah dapat dilalui kendaraan roda empat (waktu dulu boro2 bisa).
Tempat ini adalah wisata Ilmu Pengetahuan, karena di museum dinilah disimpan fosil manusia kera berjalan tegak yang ditemukan Eugene Dubois, yang dikenal dengan nama Phitecantropus Erectus.
Di Trinil ditemukan juga fosil Banteng dan Gajah purba yang sangat berguna bagi penelitian dan pendidikan khususnya dibidang sejarah purbakala. Fosil–fosil tersebut ditemukan di daerah yang dinamakan situs Sangiran, yang berada di pinggir Sungai Bengawan Solo

Kisah Cerita Joko Tarub

Konon cerita di Desa Widodaren Kecamatan Gerih , pengembaraan Jaka Tarub meninggalkan misteri di tempat ini . Bangunan yang didirikan di petilasan dianggap sebagai simbol persinggahan Jaka Tarub , juga keberadaan sendang diyakini sebagai tempat mandi sembilan bidadari (huayu-huayu). Adapun kebenaran legenda Jaka Tarub sendiri masih sulit diungkapkan (terserah percaya atau tidak bro). Bukan mustahil pengembaraan Jaka Tarub ke beberapa tempat selalu meninggalkan cerita

Untuk dipanuti

Beberapa tokoh yang lahir di kota ini, antara lain Budayawan Umar Kayam, Seniman lukis Didik Nurhadi, Seniman Lokal Poeryanto (akrab dipanggil Dalang Poer), ekonom Sri Edi Swasono, Politikus Sri Bintang Pamungkas, Pengamat Politik Hermawan Sulistyo, peragawati Ratih Sanggarwati, dari Ngawi juga terlahir seorang Pahlawan Nasional bernama DR Radjiman Wedyodiningrat, sedangkan nama Koeshartoyo adalah pahlawan lokal yang sangat berjasa dan akhirnya dijadikan nama salah satu jalan di kota Ngawi, dari pelawak tersebutlah antara lain Kirun, Topan, Leysus. Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012, Prijanto juga berasal dari Ngawi.

Perlu diketahui bahwa gubernur Jawa Timur pertama yaitu Gubernur Soerjo dalam perjalanan dari Yogyakarta ke Surabaya, pada tanggal 13 November 1948 di tengah hutan Peleng, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi dihadang dan dibunuh oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Tidak jauh dari tempat gugur beliau sekarang telah didirikan sebuah monumen untuk mengenangnya. Setelah beliau wafat dimakamkan di makam Sasono Mulyo, Sawahan, Kabupaten Magetan

Monumen Suryo

Salah satu obyek wisata hutan di Kabupaten Ngawi adalah Monumen Suryo yang terletak di Desa banjarejo. Di tempat itulah Gubernur Jawa Timur I yang menjadi korban keganasan PKI tahun 1948 menjadi ciri khas monumen ini .

Monumen Suryo terletak di jalur Ngawi–Solo Km 19 sangat memudahkan akses ke tempat tujuan wisata . Pasar burung , cindera mata dari bahan kayu , seni ukir dari gembol kayu jati , menjadi daya tarik tersendiri sebagai tempat tujuan wisata .

Apabila anda dalam perjalanan dari Solo ke Ngawi silahkan singgah di Monumen Suryo, sambil beristirahat menikmati keindahan dan kerindangan hutan jati.

Tahukah kamu tentang Ngawi



Tahukan kamu, kalau Kabupaten Ngawi berada pada salah satu kabupaten paling barat Propinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah.
Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km2, di mana sekitar 40 persen atau sekitar 506,6 km2 berupa lahan sawah. Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7o21’-7o31’ Lintang Selatan dan 110o10’-111o40’ Bujur Timur. Topografi wilayah ini adalah berupa dataran tinggi dan tanah datar. Daerah-daerah yang terletak pada dataran tinggi yaitu Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal yang terletak di kaki Gunung Lawu. Batas-batas wilayah Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut:
• Sebelah Utara: Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora (Propinsi Jawa Tengah) dan Kabupaten Bojonegoro.
• Sebelah Timur: Kabupaten Madiun.
• Sebelah Selatan: Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan.
• Sebelah Barat: Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sragen (Propinsi Jawa Tengah).
Makanan Khas Asli kota Ngawi Adalah Tahu Tepo (Pertama kali di buat oleh Bp Palio) waktu akau di Ngawi Bp Sarus (lor pasar), kemudian Wedang Cemue. karena rasanya yang enak banyak tempat lain mengklaim cemue berasal dari daerahnya, tapi Cemue adalah benar benar Asli kota Ngawi, Sate ayam Ngawi juga mempunyai rasa yang berbeda dengan sate ayam daerah lain. Selain itu makanan ringan semacam Kripik tempe, ledre, dan Geti banyak terdapat di Ngawi

TAWUN-KU


Tawun sebenarnya adalah nama Desa di Kecamatan Padas terletak di sebelah Timur kota Ngawi kira-kira 7 Km dari kota Ngawi, disana terdapat kolam renang satu-satunya di kota Ngawi, (dulu) masyarakat banyak memanfaatkan sebagai tempat wisata. Asyick memang kalau sempat kesana, apalagi pada saat ada acara bersih desa (nyadran boso Ngawinya) upacara adat yang paling kuamati adalah waktu membersihkan sendang (mata air) orang kampung sana dapat menyelam (nyilem) sampai berjam-jam dan keluar membawa sampah trus yang lebih seru ada acara pecut-pecutan (saling mencambuk) di dalam arena sendang.

Kolam renangnya memanfaatkan air alami yang mengalir dari sumber mata airnya (sendang), disekitar sendang terdapat saluran air yang merupakan habitat kura–kura (bulus) menjajikan pesona yang indah untuk kolam renang Tawun . Hanya berjarak 7 Km ke arah Timur dari kota Ngawi , tempat ini bisa dijadikan alternatif wisata alam

Sekilas benteng pendem


Benteng pendhem adalah tempat bermainku waktu kecil, setiap sore aku bermain disana, waktu itu masih dienggoni oleh ARMED 12 Para dadi tidak sembarang orang bisa masuk. Tempat tinggalku dekat dengan keberadaan benteng Pendhem, sehingga tidak kesulitan aku keluyuran kelokasi benteng. Disana waktu itu masih ada bekas-bekas kolam renang peninggalan Belanda.
Benteng Pendhem yang juga disebut Benteng Van den Bosch (wong londo) dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda atau VOC (enek tandanya) terletak pas dipojokan pertemuan Bengawan Solo dan Bengawan Mediun (dijenengkan kali tempuk), terletak di Desa Pelem, Kecamatan Ngawi. Mudah dijangkau dengan kendaraan dan berada di tengah Kota Ngawi, kalo kesana bisa numpak becak, dokar, angkot lan mlaku ya ndak dilarang.
jan-jana kalao benteng pendhem dirawat bisa lebih bagus dan dapat untuk wisata sejarah, lokasi strategis dan bisa dikembangkan untuk taman hiburan (rekreasi). namun sampai sekarang ndak diapak-apakno potensi daerah yang begitu beharga, sayang....sayang...... mbok maju to kota Ngawi.

24 Juli 2009

Hari jadi Kota Ngawi


Sebagai bahan pergunjingan perlu diketahui, bahwa keberadaan kota Ngawi sejak pemerintahan Raja Erlangga dan tetap bertahan hingga pemerintahan Raja Majapahit (pirang tahunnya ndak tahu nih).
Berdasarkan prasasti Canggu penetapan hari jadi kota Ngawi yaitu jatuh pada tahun 1280 Saka atau pada hari Sabtu (Legi) Tanggal 8 Bulan Rajab Tahun 1280 Saka atau pata
Tanggal 7 Juli 1358 Masehi dengan status NGAWI sebagai daerah Swatantra dan Naditira Pradesa. (mantep toch..... asyick toch....... enak toch......)

23 Juli 2009

KULO LARE NGAWI (Jatim)


Kulo lare Ngawi asli, ngawiti sekolah wonten TK. Pertiwi Jl. Diponegoro (cedhaq TM Pahlawan) trus dilanjutaken wonten SDN Diponegoro I (SDN Pelem) tamat tahun 1969/1970, saksampunipun nglajengaken ing SMPN II Ngawi jebol tahun 1973, lha hasil KKN wedal meniko kulo ditampi ing SMAN IV Ngayogyokarto Hadiningrat.
Tahun 1977 kulo nyobi mlebet lan ditampi ing Fakultas Perikanan Universitas Diponegoro Semarang, mergo radi bosen ing Semarang, kulo nyobi malih ngedaftar ing Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Tahun 1978 Alhamdulillah ditampi malih ngatos tahun 1985 (Suwe wong rodo bodo). Lha .... nderek dalane urip sakmangke kulo nyangkul ing Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Barat.