26 Agustus 2009

Arti Zakat.....

Harta itu Kotor, Zakat yang membersihkannya. Demikian sejatinya ungkapan yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Ungkapan ini sebenarnya tidaklah terlalu berlebihan, apalagi mengingat konsep zakat yang memiliki tujuan untuk membersihkan harta dan mensucikan jiwa, seperti dalam firman Allah SWT: “Ambillah zakat itu dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan (harta) dan mensucikan (jiwa) merekaâ€� (QS. At−taubah : 103)

Ayat ini telah menegaskan begitu pentingnya arti zakat bagi mereka yang memenuhi kategori wajib zakat, yaitu para hartawan dan kaum aghniya’ yang menginginkan harta yang bersih dan jiwa yang suci, sehingga hidup menjadi berkah. Karena zakat sebagai ibadah maaliyah ijtimaiyah (ibadah yang terkait dengan harta dan jiwa sosial yang dimiliki) adalah satu−satunya cara untuk membersihkan harta dari segala kekotoran yang menghinggapinya. Maka dari itu, tidak dapat ditawar−tawar lagi, zakat adalah perintah Allah yang mutlak harus dipenuhi.

Artinya, 2,5% dari harta (penghasilan) yang diperoleh secara rutin adalah hak orang lain. Entah itu penghasilan yang berbentuk gaji, komisi, bonus dan lain−lain, yang memenuhi nisab zakat. Itulah yang dimaksud Zakat Penghasilan (Profesi). Allah SWT menegaskan dalam firmannya: “Dan pada harta−harta mereka terdapat hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (yang tidak meminta).â€� (QS. Adz−Dzaariyaat : 19)

Kalau mau dihitung secara matematis pun, berarti masih ada 97,5% dari penghasilan yang diperoleh. Nilai inilah yang bisa digunakan sepenuhnya. Tentu jumlah ini masih sangat besar. Walaupun secara matematis jumlahnya berkurang tetapi nilainya justru bertambah, karena keuntungan yang diperoleh akan jauh lebih besar. Mengapa demikian? Karena harta itu akan menjadi bersih, kemudian berkah, lalu tumbuh dan berkembang, sebagaimana arti dari zakat itu, yang berasal dari kata “Zaka�, yaitu “Tumbuh dan Berkembang.� Bukankah setiap orang menginginkan harta yang berkah, sehingga hidupnya nyaman, mudah, tentram serta terlindung dari kegelisahan dan kekhawatiran

Sayangnya, tidak semua orang mengetahui arti pentingnya zakat ini. Kalaupun ada sebagian yang mengetahui, belum tentu orang−orang yang mengetahui arti pentingnya zakat ini, mau untuk menunaikan zakatnya secara konsisten dan teratur. Mungkin karena rendahnya pemahaman atau dangkalnya keimanan mereka.

Bagi mereka yang rendah imannya serta dangkal pemahamannya, bila mendengar perintah “zakat�, pasti akan sangat mengerikan dan dirasakan sebagai bahaya yang akan merusak perekonomian mereka dan mengurangi harta yang telah mereka peroleh dengan susah payah. Mereka akan senantiasa berupaya mencari cara agar tidak perlu berzakat dan masuk dalam kelompok orang yang tidak wajib zakat, dengan bebagai dalih dan alasan.

Mereka mengutarakan kebutuhan hidup mereka yang begitu banyak, mulai dari kebutuhan makan yang enak, pakaian yang bagus, rumah besar, kendaraan mewah, jalan−jalan keluar negeri, dan kebutuhan−kebutuhan mewah lainnya yang senantiasa harus dipenuhi dan selalu dirasakan belum cukup. Apalagi bila harus dikurangi dengan berzakat. Karena bila harus mengeluarkan zakat, apalagi harus berinfaq dan bershadaqoh, pasti kebutuhan hidup akan semakin tidak tercukupi. Harta yang diperoleh akan senantiasa dirasakan tidak cukup..tidak cukup..dan tidak cukup.

Lain halnya dengan orang−orang yang tinggi kadar keimanannya, mereka justru menikmati indahnya ibadah bernama zakat ini, bahkan mereka menambah ibadah maaliyah ijtimaiyyah ini dengan memperbanyak shadaqoh, karena mereka meyakini, shadaqoh yang mereka keluarkan tidak akan mengurangi harta mereka. Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu hadits shahihnya dalam kitab Riyadhus shalihin: Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah SAW mengatakan “Tidak akan berkurang harta karena shadaqohâ€� (HR. Muslim).

Sebuah kisah yang sarat akan keagungan dalam menjalankan ibadah maaliyah ijtimaiyyah ini adalah kisah seorang tabi’in benama Uwais Al−Qorni. Walaupun hidupnya tergolong miskin, dengan pakaian yang penuh tambalan dan bekerja hanya sebagai penggembala, tetapi Uwais mengatakan : “Aku ini adalah penggembala dengan gaji 4 dirham, tapi semuanya tidak masuk ke perutkuâ€�. Artinya adalah setiap kali Uwais menerima gaji, saat itu pula ia mengeluarkan sedekahnya untuk fakir miskin. Dalam sejarah kehidupan Uwais juga tercatat, dia biasa makan makanan yang diambil dari tempat sampah, setelah dibersihkan, lalu dibelahnya menjadi dua (2) bagian. Yang separuh dimakan dan sisanya disedekahkan.

Itulah keagungan orang−orang beriman yang memahami akan pentingnya berzakat, berinfaq dan bershadaqoh. Berapapun harta yang mereka terima, sedikit ataupun banyak, itulah rizki yang mereka terima, yang sudah digariskan dan ditakdirkan oleh Allah SWT. Dari harta itulah, kemudian mereka keluarkan zakatnya, infaqnya dan shadaqohnya, sehingga bersih hartanya dan berkah hidupnya. Mari berzakat, jangan nodai hartamu.

MAKNA BULAN RAMADHAN..................


Ramadhan adalah bulan pendidikan (Syahru At Tarbiyah), karena pada bulan ini orang-orang beriman dididik untuk berlaku disiplin dengan aturan-aturan Allah SWT dan Rasul-Nya. Secara fisik, Allah mendidik untuk disiplin dalam mengatur pola makan. Secara psikis, Allah mendidik untuk berlaku sabar, jujur, menahan amarah, empati dan berbagi kepada orang lain, dan sifat-sifat luhur lainnya. Dan secara fikri, Allah mendidik agar orang-orang beriman senantiasa bertafakkur dan mengambil pelajaran-pelajaran yang bermakna bagi kehidupannya.

Ramadhan adalah bulan perjuangan (Syahru Al Jihad), karena untuk sukses menjalani Ramadhan dibutuhkan perjuangan yang tidak ringan. Allah hendak mengajarkan bahwa untuk sukses dalam kehidupan pun dibutuhkan perjuangan, yaitu mengendalikan hawa nafsu agar tunduk dan patuh dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

Ramadhan adalah bulan Qur’an (Syahru Al Qur’an), karena Al Qur’an pertama kali diturunkan pada Ramadhan. Sepatutnyalah pada bulan ini, interaksi kaum muslimin dengan Al Quran menjadi sangat intens sebagaimana dicontohkan oleh generasi salaf yang mencurahkan waktu demikian banyak pada bulan Ramadhan untuk berinteraksi dengan Al Quran, baik dengan membaca, mentadabburi, dan mengamalkan kandungan-kandungan isinya.

Ramadhan adalah bulan persaudaraan (Syahru Al Ukhuwwah). Pada bulan ini Allah mendidik kaum muslimin untuk lebih mencintai dan peduli terhadap saudara-saudaranya. Rasulullah Saw mengajarkan dengan ringan bersedekah di bulan ini, memberi makanan bagi orang yang berpuasa, menunaikan zakat, dan membuang dengki dan sifat-sifat buruk terhadap saudaranya.

Ramadhan adalah bulan ibadah (Syahru Al ‘Ibadah). Dalam bulan ini Allah membuka peluang bagi hamba-hamba-Nya untuk beribadah (mahdhoh) sebanyak-banyaknya, karena pada bulan ini pahala ibadah dibalas dengan berlipat ganda. Allah SWT mendidik kaum muslimin untuk merealisasikan misi hidup dengan senantiasa beribadah kepada Allah SWT. Target keimanan yang diharapkan adalah hamba-hamba yang selalu mengorientasikan hidup untuk beribadah, sebagaimana firman Allah: Katakanlah: “Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (Al An’aam 6:162-163).

Masih ada beberapa nama yang disematkan untuk Ramadhan. Bulan Jama’ah, bulan dakwah, bulan diturunkan Lailatul Qadar, bulan mulia, bulan suci, bulan penuh berkah, dan lain-lain. Nama-nama itu mencerminkan makna, esensi dan juga kebaikan yang teramat banyak. Bagaimana kita harus beramal di dalam bulan Ramadhan, kita bisa mengambil spirit dari nama-nama itu.

Barang siapa yang gembira dengan datangnya bulan Ramadhan, maka Allah SWT akan memasukkan sang hamba ke dalam surga-Nya. Bagaimana bisa? karena gembira menyambut ramadhan adalah cerminan iman. Semakin bahagia dan rindu seorang hamba kepada Ramadhan, semakin dalam keimanan yang dimiliki seseorang. Tentu pemahaman ini bukan untuk menghakimi dan mengukur keimanan orang lain, tetapi untuk menghakimi dan mengukur keimanan di dalam diri sendiri.

Semoga kita bisa disampaikan ke bulan Ramadhan. Dan semoga kita bisa mengoptimalkan bulan Ramadhan untuk taqarrub ilallah, membersihkan hati, dan memperkuat simpul-simpul jamaah.

”Allahuma bariklana fii rajab wa sya’ban, wa balighna ramadan. Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikan kami ke bulan Ramadan.” (HR. Ahmad dan Tabrani).

08 Agustus 2009

Oh....Tepo....Tepo....

Tepo………………… kata orang Ngawi, makanan khas lontong tahu dengan citarasa yang laen daripada yang laen. Lontong tahu bisa sama tapi bumbu dan rasa tepo….. membuatnya beda.
Saat itu tahun 1970-1985 banyak di kota Ngawi yang jualan tepo, ada Tepo sarus (di lor pasar), Tepo Raden Patah (di pojokan dengan sultan Agung), ada Tepo Sultan Agung (pojokan segaran), ada Tepo Warung Sore (di bawah Bank Desa Ketanggi) dan masih banyak yang jualan tepo berceceran di Kota Ngawi.
Tepo merupakan kombinasi lontong, tahu goreing, kubis, seledri, capar (toge), Telur dadar (yang special), daun bawang, kacang tanah goring dan plus krupuk remek dengan bumbu-bumbu kecap, bawang putih, cabe rawit, di uleg sama kacang goreng sikit.
Kalo orang Ngawi pulang kampung (yang biasa merantau) belum makan tepo, rasanya ndak lengkap pulangnya
Pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi mestinya lebih memperhatikan dan mengembangkan makanan-makanan khas kota Ngawi (yang tidak dimiliki daerah laen) sebagai daya tarik tersendiri yang saat ini mulai dilupakan. Padahal Bupati nya udah orang Ngawi Asli, tapi Ngawinya kok tidak ketok. Jangan bosan-bosannya mempromosikan makanan khas Ngawi atau setiap rumah makan wajib menyediakan makanan khas Ngawi (cemoe, tepo, sate ayam ngawi, geti, ledre Ngawi)

"CEMOE" Kuliner Ngawi

"Cemoe" .... rangkaian 5 huruf yang sangat jarang dijumpai, namun 5 huruf tersebut mengandung arti sebuah minuman yang juga jarang ditemui juga.
Cemoe adalah minuman sederhana yang terdiri dari air santan yang sudah dimasak + roti tawar yang diiris-iris + kacang klici ato kacang tojin sehingga terbentuklah citarasa yang berbeda (pokoknya lain daripada yang laen)
Cemoe biasanya disajukan pada malam hari... kalao untuk siang hari rasanya kok ndak pas githo loh, sambil makan hidangan ringan jadah bakar sambil nyrutup cemoe baru dunia ini nampak terang.
Cemoe mengingatkan diwaktu masih muda (saat itu) tahun 1984/1985 tepatnya di pertigaan warung sore, karena setiap malam kerjaku nongkrong disitu bersama temen-temen seperjuangan menunggu datangnya panggilan lamaran pekerjaan. hanya dengan modal 100 rupiah aku bersama teman-teman bisa nongkrong sampai jam 1 pagi (coba bayangin berapa ruginya si penjual cemoe), tapi kami pengertian kalao ada tamu pembeli kami rela menyingkir sementara. Pernongkrongan ini terjadi sampai satu-persatu temen2ku dipanggil untuk mengabdi pada negara dan bangsa dan akhirnya aku terdampar di kota Padang sumatera Barat yang tidak perah lagi ketemu dengan yang namanya "Cemoe"
Bapak-bapak para pejabat kota Ngawi yang berkepentingan .... mohon kiranya kuliner2 khas ngawi dapat dipertahankan dan dilestarikan serta dikembangkan dan cari pejabat yang mampu untuk memberdayakan hal-hal seperti itu ....... Bravo kota Ngawi-ku